Cari Blog Ini

Rabu, 01 Juni 2011

Pura Dalem Balangan, Desa Balangan, Jimbaran

PURA DALEM BALANGAN
S
ebagaimana yang termuat jelas dalam Prasasti Belayu lembar 5.a. salinan dibacakan oleh Bp. I Kt. Sudharsana, Br. Basang Tamiang, Kapal kemudian ditulis oleh Bp. Gde Kurnia, Br. Umadiwang Belayu, dinyatakan bahwa  “beliaulah yang bergelar sebagai Dalem Uluwatu, yang membangun Parhyangan Pura Dalem Balangan. Beliaulah yang di sebut Dalem Balangan dan juga disebut sebagai Dalem Putih Jimbaran”. Dengan pernyataan ini, jelaslah bahwa Pura Dalem Balangan adalah Pura Parhyangan Ida Dalem Balangan yang lebih dikenal sebagai Ida Dalem Putih Jimbaran. Untuk lebih meyakinkan tulisan prasasti tersebut, perlu kiranya juga kita menambahkan, mencocokkan berbagai macam data yang dimiliki Pura Dalem Balangan.
Sejauh data yang dapat tergali, secara fisik Pura Dalem Balangan mengalami beberapa kali renovasi hingga kini yang dimulai berkisar antara tahun 1980 an. Situasi sebelum adanya renovasi, kondisi Pura hanya berupa sebuah Gua batu kapur yang di dalamnya terdapat 2 (dua) buah batu besar sebesar seekor lembu tidur (kini pada posisi utama mandala pura) pada sisi lebih utara. Satu yang lain lebih kecil berada di sisi selatan berdampingan dekat batu besar tersebut. Kedua batu tersebut merupakan tempat samadhi, karena dari bentuknya lebih menyerupai semacam tempat duduk dengan permukaan yang relatif datar. Pada batu yang besar disebutkan oleh penglingsir merupakan tempat linggih Ida Dalem Putih Jimbaran, atau Dalem Balangan, sedangkan yang lebih kecil di samping selatannya adalah linggih pepatihnya (dari daerah Ungasan). Pada bagian lain, di areal dinding utara pura ini terdapat lubang gua kecil disebut dengan Grya, sebagai tempat pabersihan. Di tempat inilah diletakkan  busana Ida Dalem Balangan berupa:
  • Sepasang Gelung Emas
  • Gelang Kana dari Emas Putih dan Emas
  • Tetekek dari Emas
  • Bokor Mas
·         Dan beberapa peninggalan lain.
Kesemua peninggalan tersebut, hingga kira-kira sebelum jaman revolusi, tetap tersimpan di tempatnya tanpa ada yang berani mengambil/mencurinya, karena keangkeran Pura Dalem Balangan. Namun beberapa saat setelah waktu tersebut, sempat terjadi kehilangan beberapa benda peninggalan sakral yang ada di Pura, bersyukurnya benda-benda yang hilang tersebut segera kembali lagi pada posisinya. Atas kejadian itu, akhirnya diputuskan untuk menyimpan segala peninggalan tersebut di rumah Pesalakan.  Peninggalan ini tidak lain dimaksudkan untuk meyakinkan kita akan kebesaran Ida.
Ida Dalem Balangan/Dalem Putih Jimbaran adalah sosok yang memiliki seperangkat busana kerajaan, yang tidak dapat dengan mudah dimiliki oleh setiap orang pada jamannya. Atas rasa bhakti yang kuat dari penglingsir di Belayu, berkisar antara tahun 1930-an menghaturkan 2 (dua) buah patung/bedogol yang masih terpasang hingga kini. Hal lain tentang legenda yang berhubungan dengan Pura Dalem Balangan belakangan ini terasa memudar adalah dalam hal cerita rakyat di sekitar pasar Jimbaran yakni hingga ketika masih nyenengnya Kak Peranda, penglingsir rumah Pesalakan, sering kali tersebar isu entah dimulai darimana dan dalam tempo waktu yang tidak teratur diselenggarakan upacara karena Ida Dalem Balangan “ngalap rabi ke Dwarawati”. Jika beredar isu seperti itu, tidak satupun warga masyarakat di Jimbaran yang berani untuk tidak melakukan yadnya selayaknya berlaku dalam kaitan kegiatan tersebut. Berkaitan dengan kegiatan yang berhubungan dengan Dwarawati, terjadi hal yang spesifik/khusus diberlakukan ketika pelaksanaan pujawali di Pura Dalem Balangan. Sebelum di laksanakannya puncak kegiatan pujawali, senantiasa dilaksanakan rangkaian upacara “memendak ke Dwarawati”. Orientasi memendak tersebut dilakukan secara “Nyawang” pada arah barat/ arah laut. Dengan demikian, penekanan Dwarawati sebagai sumber keterkaitan Ida Dalem Balangan menjadi semakin jelas dan bersifat pasti adanya. Tentunya bentuk kegiatan ini sangat penting untuk dicermati. Oleh karena dalam konteks upacara yadnya pada sebuah Pura, khususnya Pura Dalem Balangan yang notabene jika ditinjau dari peninggalannya dominan berupa Busana Kerajaan, sudah barang tentu keterkaitan sosok individu Ida Dalem Balangan berkaitan erat dengan Kerajaan Dwarawati. Tentang Kerajaan Dwarawati, sejauh penggalian yang ditemukan, dapat diartikan sebagai kerajaan dalam cerita Pewayangan. Kerajaan Dwarawati adalah tidak lain dari Kerajaan yang dipimpin oleh Krsna. Kupasan Kerajaan Dwarawati ini tidak lain adalah untuk memendak Ida Bhatara Krsna (Krsna Kepakisan, leluhur Ida Dalem Balangan). Kembali kepada acara “mamendak ke Dwarawati”, sebelum acara ini dilakukan, juga dilaksanakan acara “mamendak” ke Pura Dalem Konco, yang berada di luar area Pura Dalem Balangan, pada deretan tepian tebing batu kapur sisi Utara. Sesuai penjelasan yang ada pada prasasti, baik di Grya Satrya maupun di Belayu, dijelaskan bahwa Ida Dalem Balangan/Dalem Putih Jimbaran menikahi putri yang lahir dari Bambu Petung Gading. Begitu besar penghargaannya kepada istrinya, sepenerus keturunannya pun di Bhisama untuk pantang pula akan perilaku yang menistakan Bambu Petung Gading, seperti pantangan memakan embung petung, serta menggunakan alas tidur dari galar bambu petung. Jika dikorelasikan dengan kegiatan upacara ataupun juga dari keberadaan Pura Dalem Konco yang bersebelahan dengan Pura Dalem Balangan, dapat ditarik benang merah hubungan antara ceritera Bambu Petung Gading dan Pura Dalem Konco ini sebagai suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pura Dalem Konco dengan kekhasan model upakaranya menggunakan persembahan sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh etnis Tionghoa. Menggunakan lilin, permen/manisan, uang-uangan kertas dengan tulisan Cina dan beberapa persembahan lain. Benang merah hubungan antara ceritera dalam Prasasti dan kenyataan di lapangan tersebut menyiratkan bahwa Istri dari Ida Dalem Balangan (di Jimbaran bernama Ida Dalem Putih Jimbaran) adalah seorang dari etnis Tionghoa. Simbolik bahasa sastra yang menyatakan bahwa terlahir dari bambu, menyiratkan secara tegas bahwa yang dimaksudkan adalah simbol bambu adalah simbol dari Bangsa Tionghoa. Kemudian dalam kaitan Bhakti prati sentananya kehadapan Istri dari Ida Dalem Putih Jimbaran, disebutlah tempat pemujaan kehadapan beliau sebagaimana keyakinan Beliau, yakni dalam bentuk tempat suci Konco.  Hingga kini, penyajian upakara semacam tradisi Tionghoa itu masih terlaksana secara baik. Pada survai yang telah penulis lakukan, sempat menemukan jejak keturunan etnis Tionghoa di Jimbaran tepatnya di sebelah timur sisi pasar Jimbaran bagian utara dari arah perempatan Pura Ulun Siwi ke Timur. Beliau yang mewarisi karang wayah dan tidak akan meninggalkan Jimbaran, menyatakan bahwa leluhurnyalah yang menjadi rabi ke rumah Pesalakan. Dahulu, menurut cerita tetuanya, bahwa wujud keterkaitan antara pihak keluarganya dengan pihak keluarga rumah Pesalakan sangat erat. Namun kini entah kenapa, menjadi memudar. Bahkan ciri utama semenjak kedatangan leluhurnya di Jimbaran pohon cempaka kuning yang ditanam sejak pertama kali kedatangannya ke Jimbaran dan menyiratkan sebagai ciri dari salah satu bagian klan etnis Tionghoa, dipertahankan dan masih tumbuh terawat hingga kini.

Dari ulasan panjang lebar di atas, jelaslah bahwa siapa Ida Dalem Putih Jimbaran yang temuat dalam Prasasti, adalah Ida Dalem Balangan. Kesesuaian antara Prasasti dan bukti-bukti peninggalan, dan dikuatkan lagi oleh adanya Pura Dalem Konco sebagai perwujudan jelas simbolis dari bambu petung yang dimaksudkan sebagai etnis Tionghoa menjadikan korelasi antara prasasti dan kenyataan di lapangan memiliki nilai kesesuaian.
Dengan memahami bahwa Ida Dalem Putih Jimbaran adalah beliau yang disebut juga sebagai Ida Dalem Balangan, maka untuk memahami siapa Ida Dalem Balangan, dan kehadirnya di Jimbaran, perlu kita gali siapa sebenarnya Ida Dalem Balangan dalam ranah sejarah di Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar