Cari Blog Ini

Rabu, 01 Juni 2011

Sira Ida Dadlem Balangan

SIRA  IDA  DALEM  BALANGAN

FASE DI ATAS SEJARAH JIMBARAN DALAM PRASASTI

I
da Dalem Balangan, sebagaimana telah termuat dalam uraian tentang Pura Dalem Balangan di atas adalah Ida Dalem Putih Jimbaran. Sebelum mengulas sebutan kembaran beliau yang disebut dengan Ida Dalem Ireng, perlu dijelaskan bahwa, sebagaimana penekanan yang ada pada prasasti-prasasti baik penguger maupun penyanding, secara tegas telah dijelaskan bahwa kembaran yang ada tidak menyiratkan sebagai kembaran genitas sebagai misal kelahiran dari sosok seorang ibu yang sama. Tetapi atas gaya bahasa sastra sang penulis disebut dengan kembar atas tempat kelahiran yang sama di Tukad Unda. Dalam penjelasan lain, juga termuat bahwa sebelum menuju Jimbaran beliau dinyatakan pergi meninggalkan Gel-gel. Ini mengindikasikan bahwa Ida Dalem Balangan yang dimaksud adalah Ida Dalem Balangan yang sebelumnya berada di Gel-gel. Mengingat sebutan Dalem hanya dilakukan untuk keturunan Raja Bali setelah terkuasai oleh Majapahit (1272), Ida Dalem Sri Krsna Kepakisan, maka pendekatan yang paling mudah untuk dilakukan akibat batasan di atas adalah dengan mencari, menggali lebih dalam sejarah yang berkaitan dengan Dalem Sri Krsna Kepakisan. Hal yang merupakan ciri inti dari setiap trah kelompok keluarga dan berlaku turun-temurun secara mutlak. Karena berlaku secara mutlak, ia tidak akan berpengaruh terhadap jabatan atau tingkatan setinggi apapun kemampuan materi individu itu. Telah terbukti bagi pelanggar aturannya. Inilah hendaknya dipakai sebagai acuan yang utama. Dalam hal ini mengacu kepada tolok ukur pantangan yang menjadikan ciri dari prati sentana trah Ida Dalem Putih Jimbaran adalah adanya “pantangan terhadap daging kidang” oleh karena termuat dalam prasasti, setelah terlahir dari batu, berkat kasih sayang dan susunyalah sepenerus keturunan Dalem Putih Jimbaran tetap eksis hingga kini menjalani roda kehidupan. Banyak cerita tentang pengalaman keluarga yang berurusan dengan hewan kidang sehingga menjadi yakin akan berlakunya hukum pantangan ini. Dalam hubungannya dengan prasasti/babad Dalem milik trah keturunan Dalem Sri Krsna Kepakisan, ternyata tertuang isi dan model cerita yang sama ; lahir dari batu dan kemudian disusui oleh kidang. Selanjutnya seluruh keturunan Dalem di Bhisama pantang terhadap daging kidang. Mengingat trah Dalem di Bali bersumber dari 1 (satu) sumber yang sama, maka dimanapun ditemukan adanya babad Dalem, sudah tentu akan menyiratkan ihwal cerita yang sama. Demikian pula keturunan trah lain yang ada di Bali, tidak ada yang berani menyamai apalagi menyaingi (memada-mada) segala atribut Dalem yang diperuntukkan hanya kepada trah Dalem. Sakral sifatnya. Mengingat kedatangan Dalem Sri Krsna Kepakisan ke Bali atau masa pemerintahannya berkisar antara tahun 1272-1295 M, dan dengan adanya ceritera sejarah yang menyuratkan bahwa kudeta I Gusti Agung Maruti mahapatih kerajaan Bali pada fase pemerintahan Ida Dalem Di Made (1600-1616 M) kemudian setelah dilakukan serangan balik pada tahun 1677 M oleh putra Dalem Di Made yaitu Ida Dalem Dewa Agung Jambe bersama laskar pendukungnya, I Gusti Agung Maruti dapat ditaklukkan, kemudian Putra-putrinya beserta saudara yang lain dan pendukung setianya menuju arah Jimbaran diterima oleh Ida Brahmana Wayan Petung Gading, keturunan Dalem Putih Jimbaran, maka generasi Dalem Putih Jimbaran/Dalem Balangan adalah berkisar 3 (tiga) generasi di atas Ida Brahmana Wayan Petung Gading atau setara dengan generasi ke 3 (tiga) dari Raja Bali Ida Dalem Krsna Kepakisan. Generasi pemerintahan Ida Dalem Di Made adalah generasi ke 4 (empat) dari Raja Ida Dalem Sri Krsna Kepakisan. Dari silsilah keturunan Dalem Sri Krsna Kepakisan tersebutlah nama I Gde Balangan/I Gusti Gde Balangan/I Dewa Balangan, putra dari Ida Dalem Tarukan, yang merupakan generasi ke 3 (tiga) dari trah Dalem Sri Krsna Kepakisan. Kebiasaan lain yang juga dapat dipergunakan sebagai penguat keyakinan adalah, afiliasi brahmana pemuput karya yang biasa digunakan oleh keluarga baik di Rumah Pesalakan ataupun di beberapa cabang yakni golongan Brahmana Mas. Pada kisah perjalanan Dhang Hyang Nirartha sebagai leluhur dari golongan Brahmana di Bali, dapat diketahui bahwa keturunan Dalem hanyalah berhak dipuput oleh keturunan golongan brahmana Mas.

CERITA TENTANG DALEM BALANGAN

I
da Dalem Balangan, adalah putra dari Ida Dalem Tarukan. Ida Dalem Balangan dilahirkan dari seorang ibu yang bernama I Gusti Luh Balangan.
Menurut rontal di Gedong Kirtya No. 1069/8 : 9, Patih Kerajaan yang dijabat oleh I Gst Agung Gelgel (Arya Kepakisan) menyerahkan putrinya I Gst. Luh Balangan untuk dijadikan anak angkat oleh I Gst. Gede Bekung. I Gusti Agung Gelgel juga mabiseka I Gst. Agung Bekung berasal dari Bangkiangsidem. I Gst. Gede Bekung kemudian menyerahkan I Gusti Luh Balangan untuk dijadikan istri Dalem Tarukan. Saat diserahkannya I Gst Luh Balangan, Dalem Tarukan berada dalam kondisi meninggalkan puri dan istri sedang hamil pertama untuk menyelamatkan diri dari kejaran pasukan kerajaan yang dipegang oleh adik kandungnya Dalem Semara Kepakisan. Hal ini terjadi berawal dari Dalem Tarukan sebagai sosok yang tidak tertarik dengan dunia politik, tetapi lebih memilih ke arah penguasaan ajaran dharma agama berkaul terhadap anak angkatnya Kuda Pinandang Kajar (keturunan Dalem Blambangan) yang memang telah menjalin hubungan asmara dengan Putri Dalem Semara Kepakisan, tertimpa sakit berkepanjangan. Atas dasar kasih sayang terhadap putra angkatnya itulah Dalem Tarukan berkaul, jikalau segera sembuh akan dinikahkan dengan putri satu satunya Dalem Semara Kepakisan. Setelah Ki Kuda Pinandang Kajar sembuh dari sakitnya, maka di persiapkanlah langkah untuk mewujudkan kaul Dalem Tarukan. Tetapi ternyata tidak direstui Dalem Semara Kepakisan. Agar tetap dapat menjalankan ajaran “satya wacana”,  ditempuhlah jalan kawin lari. Namun sayang, dua sejoli itu akhirnya meninggal ditikam keris bernama Ki Tanda Lang-lang, penjaga keamanan kerajaan milik  Gajah Mada Maha Patih Majapahit. Atas kejadian tersebut, Dalem Semara Kepakisan sangat murka dan memutuskan menghukum kakak kandungnya Dalem Tarukan untuk dibunuh. Tetapi kejaran pasukan kerajaan selalu gagal menemukan Dalem Tarukan karena selalu dilindungi oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan masyarakat. Dalam perjalanan pengungsian selama kisaran 20 (dua puluh) an tahun itu, dipilih Desa Pulasari untuk membangun puri kembali. Dari sini lahirlah diantaranya, I Dewa Gd  Sekar/Pulasari, I Dewa Gd Bebandem, I Dewa Gd Dangin, I Dewa Gd  Belayu. Sedangkan istri yang ditinggalkan di Gelgel melahirkan seorang putera bernama I Dewa Gd  Muter/Sudarma, yang atas usaha pencariannya berhasil berkumpul bersama ayahanda dan saudara lainnya di Pulasari. Dari perkawinan dengan I Gst. Luh Balangan lahir dua orang putera; I Gst. Gde Balangan dan I Gst. Ayu Wana Giri. Namun I Gst. Ayu Wana Giri (meninggal dalam usia anak-anak pada fase persembunyian Dalem Tarukan di Desa Sukawana). Jadi I Gst. Luh Balangan berasal dari keturunan I Gusti Agung Gelgel/Patih Agung Gelgel (Arya Kepakisan). Oleh kejadian pelarian inilah muncul beberapa bhisama dari Ida Dalem Tarukan kepada penerus keturunannya ;
-         Oleh karena pernah diselamatkan oleh burung puyuh, penerus keturunannya tidak diperkenankan mengkonsumsinya. Demikian pula berlaku terhadap burung perkutut dan buah jali-jali.
-         Oleh karena pesta pelebon yang begitu meriah akibat cinta kasih rakyatnya, uang dan bahan makanan begitu melimpah terkumpul untuk dipersembahkan kepada beliau sebagai wujud cinta kasihnya. Karena berkat kesiddhian Ida Dalem Tarukan-lah kemakmuran dapat dinikmati oleh masyarakat Pulasari dan sekitarnya. Dengan tertimbunnya haturan uang kepeng dan bahan makanan utamanya beras saat itu karena keengganan /kesedihan yang sangat mendalam, untuk menarik kembali atau mengolahnya lama kelamaan menjadi rusak dan mengancam kesehatan masyarakat. Akhirnya diputuskan untuk dibuang ke sungai /Tukad yang terletak mengitari wilayah Pulasari. Yang berbentuk uang, dibuang ke Tukad Jinah, sedangkan bahan makanan lainnya seperti beras dan lain-lain dibuang di Tukad Bubuh. Atas kejadian ini, spirit yang ada pada kedua sungai/tukad tersebut mengutuk seluruh keturunan Ida Dalem Tarukan agar senantiasa hidup tidak pernah berkelebihan. Setelah keturunan ke tujuh kutukan ini baru berakhir, namun mesti dilakukan upacara upakara memendak artha-raja berana di masing-masing tukad tersebut, atau pada campuhannya yang terletak di Pura Segara Watu Klotok. Demikianlah kutukan ini akhirnya dalam perjalanan waktu dapat dilalui oleh seluruh keturunan Ida Dalem Tarukan.
Pada beberapa waktu lalu telah dilaksanakan upaya pemendak dari campuhan di Pura Segara Watu Klotok untuk kemudian dikembalikan lagi linggihnya pada sungai yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap trah keturunan Ida Dalem Tarukan yang merasa belum melaksanakan kewajiban ini diwajibkan untuk melaksanakannya, dengan harapan segala kutukan dan kewajiban yang disandang sebagai penerus keturunan terlaksanakan dengan baik dan tulus. Dan berharap hal-hal non teknis yang sering mengganggu kesuksesan pencapaian materi dalam hidup kali ini terhapus hempas, menjadikan jalan mulus mencapai gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja.

S

etelah mangkatnya Dalem Semara Kepakisan, alih kekuasaan menuju kepada Dalem Waturenggong. Setelah mendengar berita bahwa telah dipalebonnya Dalem Tarukan, maka diupayakanlah untuk kembali memanggil seluruh keturunan Dalem Tarukan untuk kembali ke Kerajaan Gelgel. Upaya yang akhirnya menimbulkan peperangan hingga 3 kali itu, sekalipun mengakibatkan gugurnya I Dewa Gede Muter, penglingsir kerajaan berhasil membujuk kembali keturunan Dalem Tarukan yang tersisa untuk hadir menghadap Dalem Waturenggong. Dalam kesempatan pertemuan itulah dititahkan Bhisama, tidak diperkenankan lagi adanya pembunuhan diantara sesama keturunan Dalem. Dan masing-masing diberikan wilayah kekuasaan. Juga tetap diberikan hak untuk melaksanakan atiwa-tiwa sebagaimana halnya keturunan Dalem.

Singkat cerita, I Gst Gde Balangan (sebutan lain Ida Dalem Balangan/I Gde Balangan/I Dewa Balangan) yang terlahir dalam masa pengungsian (berkisar pada masa pemerintahan Dalem Semara Kepakisan hingga Dalem Waturenggong (1320 M – 1472 M), diberikan kedudukan di Desa Bebalang, Bangli (informasi dari Bp. I Gst. Punia, Bangli). I Gst Gde Balangan sudah barang tentu merasa lelah dengan kehidupan politik kekuasaan yang didalamnya terdapat langkah kekerasan dan pembunuhan. Beberapa saat di Bebalang, kembali lagi terjadi kekacauan antara pihak kerajaan Bangli dan Taman Bali. Untuk menghindari kekacauan dan ketidaktenteraman masyarakat, I Gst Gde Balangan memilih menuju daerah Jimbaran bersama beberapa pengikutnya. Tetapi dari beberapa pengikutnya itu akhirnya ada yang memutuskan untuk kembali lagi ke Bebalang, Pengikut setianya yang kembali dari Jimbaran setelah di Bebalang disebut dengan I Gusti Kelod Kauh dan I Gusti Jimbaran. Di Jimbaran, I Gst Gde Balangan kemudian menetap dan meneruskan keturunan dan berkesempatan untuk dapat lebih menekuni pendalaman ajaran Spiritual Keagamaan. Di daerah Jimbaran I Gst Gde Balangan disebut dengan Dalem Balangan juga Dalem Putih Jimbaran.
            Ternyata dalam perkembangan waktu sepeninggal di Jimbaran, keturunan Dalem Putih Jimbaran yaitu Ida Brahmana Wayan Petung Gading pada tahun 1677 M kedatangan begitu banyak rombongan pengungsian putra-putri I Gusti Agung Maruti beserta saudara saudara dan pengikutnya yang kalah perang memohon perlindungan kepadanya di Jimbaran. Seperti tertuang secara jelas dalam penulisan di atas.
I Gusti Agung Maruti, adalah keturunan dari Ksatria Kediri yang juga sebagai penerus pemegang jabatan sebagai Mahapatih kerajaan Dalem Di Made, tentunya sangat ahli dalam berpolitik. Beliaupun mampu menduduki tahta kerajaan selama ± 24 tahun. Atas dasar keahlian politik yang dimiliki tersebut, sudah barang tentu beliau sadar dan paham betul akan konsekwensi pengambil-alihan kekuasaan yang dilakukannya jika suatu waktu akan terjadi upaya pengembalian paksa lagi. Perlu diingat bahwa salah satu kekuatan politik yang paling tangguh berlaku pada jaman kerajaan adalah berupa Bhisama Raja dan Hubungan Darah.  Apa kata Raja adalah sama dengan apa kata Tuhan. Dengan begitu, Raja sebagai panutan masyarakat, tentunya akan pantang menarik kembali ucapannya. Tentang adanya Bhisama Raja Dalem Waturenggong, yakni tidak memperkenankan lagi saling bunuh diantara sesama keturunan Dalem pada masa pemanggilan seluruh keturunan Dalem Tarukan, termasuk salah satunya adalah Ida Dalem Balangan, maka sepenerus keturunan Ida Dalem Balangan mendapat jaminan keamanan yang sama. Oleh sebab itulah tempat yang diperhitungkan memiliki kekuatan/kekebalan politik sangat-sangat jitu yaitu berlindung pada salah satu keturunan yang berdarah sama berasal dari keturunan Dalem Sri Krsna Kepakisan.
Maka dari itu, untuk mempersiapkan tempat yang aman dari segala macam kemungkinan terburuk habis sepenerus keturunan I Gusti Agung Maruti dan para pengikutnya, diperhitungkanlah daerah Jimbaran yang pemegang kekuasaannya adalah Trah Dalem dan memiliki unsur darah yang sama dari arah perempuan (I Gusti Luh Balangan), dengan berlindung padanya tentunya semua akan aman dan selamat. Oleh sebab itulah setelah kenyataan bahwa pada akhirnya I Gusti Agung Maruti dapat ditaklukkan di Cedokan Oga, seketika itu pula langkah menuju Jimbaran dilakukan. Dan terbukti, hingga kini penerus keturunannya eksis.
Dengan demikian terjawablah sudah kesujatian diri Ida Dalem Balangan yang juga bergelar Dalem Uluwatu dan Dalem Putih Jimbaran. Atas pemahaman ini, diharapkan seluruh keturunan Ida Dalem Putih Jimbaran yang juga keturunan Ida Dalem Tarukan/Ida Dalem Sri Krsna Kepakisan atau lebih di atas lagi adalah Empu Soma Kepakisan, dapat melaksanakan kewajiban hidupnya dengan baik. Oleh karena segala kewajiban/swadharmaning makawitan sebagai pratisentana telah terlaksana dengan baik, tulus dan suci. Disamping itu, kelengkapan sarana upacara dalam bentuk rurub kajang sebagai simbolis arah tujuan kelahiran di dunia spiritual terkenakan secara tepat dan pas pada waktunya.
 

5 komentar:

  1. Ada yg perlu di koreksi de

    Yg punya ki tanda lalang itu dalem samprangan , yg mengejar ida dalem peryama adlh pasukanya ida dalem samprangan

    BalasHapus
  2. Om Swastiastu,
    Mohon pencerahan nggih
    Di Pura Dalem Balangan ada 3 (tiga) bagian pura. Di Utara diempon oleh Krama Jimbaran, di Tengah diempon oleh Krama Ungasan, dan di Selatan diempon oleh krama Cengiling
    Apakah ada catatan khusus atau sejarah mengenai pembagian pura ini?
    Atas pencerahannya Matur Suksma

    BalasHapus
  3. sinampurang,, niki sumbernya dari mana ngih? ampura,,,

    BalasHapus
  4. Om swastyastu,,,mohn info silsilah dri dewagde balangan!! Npi wenten sane prgi /tinggal dikrangsem dri putra" dewagede balangan? Suksma rahayu

    BalasHapus
  5. Ampura tiang di Mengwi putra peperasan mas jimbaran masuk juga nggih sebab di uraian semua brahmana petung gading hanya punya satu anak perempuan berartiputung tak ada penerus dan meras putra apakah putra peperasan Ida dewa ayu mas jimbaran ada silsilahnya keturunannya?dan apa hubungan dengan ibu Mekel bukit di pura tambangan Badung?ampura mohon pencerahannya

    BalasHapus