Cari Blog Ini

Rabu, 01 Juni 2011

Sira Pratisentanan Ida Dalem Putih Jimbaran

SIRA PRATISENTANAN
IDA DALEM PUTIH JIMBARAN
D
ari uraian cerita di atas betapa bersyukurnya kita sebagai penerus keturunan hingga saat ini masih dapat melanjutkan tugas kehidupan. Peluang ini jika didasari atas kesadaran akan pemaknaan tujuannya selayaknya dimanfaatkan secara baik dengan semangat kebersamaan dengan segenap pratisentanan Ida yang lain di manapun berada bahu membahu mewujudkan konsep salunglung sabayantaka paras paros sarpanaya. Niscaya, bak pepatah mengatakan bahwa atas persatuan yang kukuh layaknya sebatang lidi, jika terkumpul dalam satu bentuk, kesulitan apapun yang dihadapi akan menjadi ringan ketika melaluinya.
            Dalam konteks kebersamaan persatuan keluarga, dari skala kecil telah terbentuk tatanan organisasi keluarga yang telah terbentuk sebagai wujud hasil pertemuan Belayu. Organisasi keluarga ini diberinama Pratisentana Dalem Putih Jimbaran, yang berorientasi pusat pada rumah pesalakan di Jimbaran. Oleh karena pada waktu itu kebersamaan yang ada di dalam keluarga membentuk organisasi keluarga yang intinya untuk mempersatukan keluarga besar, meningkatkan intensitas komunikasi intra keluarga. Kegiatan lain yang mendapatkan penekanan adalah melanjutkan upaya-upaya penggalian sumber sejarah yang berhubungan dengan kesujatian kawitan. Sejak saat tersebut, diharapkan seluruh tingkat Dadia yang tersebar di seluruh wilayah dirangkum dalam Organisasi Tingkat Kabupaten. Sejak saat itu bergulirlah kembali pertemuan-pertemuan yang digilir pengadaannya oleh setiap kabupaten. Selain pertemuan sebagai peraket pasametonan, juga menyajikan serta membahas tentang proses penggalian data-data sejarah yang berkaitan dengan leluhur.
Dalam perkembangannya hingga kini, organisasi keluarga besar pratisentana Dalem Putih Jimbaran telah memiliki susunan keorganisasian yang lengkap dengan keanggotaan di seluruh Bali berkisar sekitar 800 KK.
Sejalan dengan perkembangan hasil penelusuran sejarah yang dilakukan secara tidak beragam oleh penglingsir masing-masing Dadia, sangat berpotensi menimbulkan konflik pemahaman yang pada dasarnya tidak perlu terjadi. Tetapi sangat disyukuri, oleh karena perbedaan pemahaman yang ada sebetulnya didasari oleh astiti bhakti yang begitu besar kehadapan Ida Bhatara Kawitan tidak mengakibatkan terjadinya kejadian yang fatal yang merugikan semua pihak sebagai bagian dari keluarga besar.
Perbedaan pandangan yang ada jika disederhanakan berawal dari adanya perbedaan pemahaman tentang siapa sebenarnya Ida Dalem Putih Jimbaran tersebut. Satu pihak menyatakan bahwa Ida Dalem Putih Jimbaran adalah I Gusti Agung Maruti oleh karena penyebutan Maruti dimaknai dengan Hanoman/Kera Putih. Sedangkan pihak keluarga yang lain menyatakan bahwa Ida Dalem Putih Jimbaran adalah sosok lain bukan I Gusti Agung Maruti. Di lain pihak, keduanya merasa kebingungan karena tidak ada penjelasan yang lugas dan tegas oleh pernyataan penglingsir yang ada ataupun oleh bukti tertulis yang dapat dipercaya tentang perbedaan ini. Yang lebih membingungkan lagi, dari prasasti yang ada dan kasungkeman oleh seluruh pratisentana ada pernyataan bahwa kasemetonang. Demikianlah fenomena keluarga dalam perkembangan kekiniannya. Berangkat dari kondisi tersebut, usaha dan doa dari penglingsir keluarga yang mengupayakan pencarian tanpa henti, akhirnya terkumpullah beragam data, dari data penguger, penyanding, hingga yang membingungkan!. Dengan titik tolak metoda penelusuran secara ilmiah berspiritkan prinsip tidak merubah garis besar haluan pokok sebagai pratisentana yang terwariskan bahkan diteguh-kukuhkan, maka atas restu dari Ida Bhatara Kawitan dimunculkanlah penemuan Prasasti Dalem Kembar Wijiling Watu di Belayu pada pertengahan Oktober 2004. Berawal dari data yang disajikan oleh Prasasti yang dibuat sekitar tahun 1750M yang atas permintaan I Gde Bandesa Gumyar dibuatkanlah prasasti untuk keturunan beliau oleh Ida Pedanda Grya Satrya. Dengan menurunkan salinan dari Prasasti Asli di Jimbaran kemudian menambahkan perkembangan ceritera situasi yang dilalui akhirnya tertuanglah dalam satu bentuk tulisan babad di atas 63 (enam puluh tiga) lembar daun lontar. Oleh karena suatu kejadian pada kisaran tahun 1875 – 1900M Kerajaan Mengwi di gempur Kerajaan Badung, agar terhindar dari segala kemungkinan buruk terhadap prasasti/babad tersebut, diputuskan untuk menitipkannya pada I Gusti Gede Sengguan, salah satu keturunan Arya Sentong di Belayu. Berkat penemuan tulisan inilah jalan terang kepastian arah penelusuran semakin gamblang. Terlebih dalam prasasti ini teruraikan secara jelas dan panjang lebar tentang silsilah kelahiran di bawah generasi Ida Brahmana Wayan Petung Gading, beserta kelengkapan mantram-mantram kepinanditaan serta kelengkapan rurub kajang kawitan yang kesemuanya merupakan hak milik serta kewajiban dari seluruh keturunan Ida Dalem Putih Jimbaran.
Dari silsilah yang termuat pada prasasti Dalem Kembar Wijiling Watu, baik yang ada di Grya Satrya dan kemudian dilengkapi khususnya oleh adanya prasasti Belayu, dan dari hasil penelusuran dapat diwarisi sebagai ciri-ciri dari keturunan Ida Dalem Putih Jimbaran adalah sebagai berikut;
-         Pantang memakan daging kidang.
-         Pantang memakan, menggunakan alas tidur atau menistakan embung petung.
Dalam perkembangan penyebaran regenerasi pratisentana Ida Dalem Putih Jimbaran hingga saat ini dapat ditemukan dan diceriterakan sebagai berikut;
1.      Kelompok Keluarga di Rumah Pusat Pesalakan Jimbaran.
S
ebagaimana terulas jelas di dalam cerita sebelumnya, di rumah Pusat Pesalakan, Jimbaran didapatkan bahwa di rumah ini terdapat 2 (dua) kelompok keluarga. Yaitu;
a.      Kelompok keluarga keturunan Ida Dalem Putih Jimbaran/Ida Wayan Petung Gading afiliasi kawitannya kepada Raja Dalem Sri Kresna Kepakisan.
b.      Kelompok keluarga keturunan Bendesa Salahin yang berafiliasi kawitan kepada Arya Kepakisan (Mahapatih Raja/ Nararya Sri Krsna Kepakisan).
Pamerajannyapun ada 2 (dua) yakni;
Satu di arah bagian pinggir utara (sering disebut dengan Merajan Dajanan.
Satu lagi pada arah hulu antara Bale Kembar dan Meten di Bagian utama pekarangan perumahan, agak lebih di selatan dari Merajan yang satunya tadi, sering disebut dengan Merajan Delodan.
Untuk mengetahui secara jelas tentang keberadaan mereka akibat silsilah yang sulit ditemukan, maka atas dasar pertimbangan sosio kultural yang secara turun temurun memegang urusan yang berhubungan dengan simbol-simbol sakral terkait dengan kawitan adalah mereka yang hingga kini secara turun-temurun mengurusi pamerajan, khususnya pada bagian dari kemulan hingga pelinggih Hyang Ibu/kawitan beserta kotak prasasti Dalem Kembar Wijiling Watu, merekalah yang berpotensi sebagai keturunan Ida Dalem Putih Jimbaran yang masih tinggal di rumah Pesalakan. Disamping itu, hal sederhana tetapi bersifat fundamental, untuk membedakan diantara kedua keturunan tadi adalah yang berkaitan dengan ciri-ciri keturunan Ida Dalem Putih Jimbaran yang berkaitan dengan Pantangan akan Daging Kidang. Sebab, keturunan Arya Kepakisan/Bendesa Salahin secara hirarkis vertikal kawitannya tidak memiliki pantangan apapun terhadap daging kidang ataupun kepada bambu petung gading.
Hingga kini jumlah keluarga yang natah wayahnya ditinggali oleh Bp. Drs. I Md. Tarip Widarta, keseluruhan anggota keluarga di rumah Pesalakan berjumlah sekitar 65 KK.
2.      Kelompok Keluarga Keturunan I Gde Bendesa Gumyar.
P
rasasti Dalem Kembar Wijiling Watu yang ada di Belayu ditulis sekitar abad ke 17 oleh Ida Pedanda Grya Satrya Penulisan prasasti ini ditegaskan dari menyalin dari Prasasti yang waktu itu ada di Jimbaran dan penulisannya dilakukan oleh penulis berasal dari tempat yang sama. Pada saat pamelaspas dan pasupati prasasti tersebut pertengahan Oktober 2004, salinan aslinya telah disebarkan kepada seluruh bagian keluarga besar pratisentana Dalem Putih Jimbaran. Dari prasasti ini dapat diketahui bahwa dari berbagai macam isinya mulai dari ceritera tentang perjalanan Ida Dalem Putih Jimbaran, hingga kepada warisan mantram kepinanditaan (Bhagawanta) yang membuktikan beliau adalah penekun spiritual, hingga kelengkapan rurub kajang dan persyaratan upacara upakara kematian tercatat secara jelas dan lengkap. Tentang sejarah dan silsilah penyebaran keturunan Ida Brahmana Petung Gading sebagai berikut;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar